ASAL-USUL BATU BARA DALAM AL QUR’AN
Teori In-situ : Batubara terbentuk dari tumbuhan atau pohon yang berasal dari hutan dimana batubara tersebut terbentuk. Batubara yang terbentuk sesuai dengan teori in-situ biasanya terjadi di hutan basah dan berawa, sehingga pohon-pohon di hutan tersebut pada saat mati dan roboh, langsung tenggelam ke dalam rawa tersebut, dan sisa tumbuhan tersebut tidak mengalami pembusukan secara sempurna, dan akhirnya menjadi fosil tumbuhan yang membentuk sedimen organik.
Teori Drift : Batubara terbentuk dari tumbuhan atau pohon yang berasal dari hutan yang bukan di tempat dimana batubara tersebut terbentuk. Batubara yang terbentuk sesuai dengan teori drift biasanya terjadi di delta-delta, mempunyai ciri-ciri lapisan batubara tipis, tidak menerus (splitting), banyak lapisannya (multiple seam), banyak pengotor (kandungan abu cenderung tinggi). Proses pembentukan batubara terdiri dari dua tahap yaitu tahap biokimia (penggambutan) dan tahap geokimia (pembatubaraan).
Tahap penggambutan (peatification) adalah tahap dimana sisa-sisa tumbuhan yang terakumulasi tersimpan dalam kondisi bebas oksigen (anaerobik) di daerah rawa dengan sistem pengeringan yang buruk dan selalu tergenang air pada kedalaman 0,5 – -[10 meter. Material tumbuhan yang busuk ini menjadi humus yang selanjutnya oleh bakteri anaerobik dan fungi diubah menjadi gambut.
Tahap pembatubaraan (coalification) merupakan gabungan proses biologi, kimia, dan fisika yang terjadi karena pengaruh pembebanan dari sedimen yang menutupinya, temperatur, tekanan, dan waktu terhadap komponen organik dari gambut.
Kedua teori ini menegaskan bahwa asal dari batu bara adalah tumbuh-tumbuhan meskipun cara pembentukannya yang berbeda. Dan Al Quran telah menyatakan hal ini dalam QS Al A’la 4-5:
وَالَّذِي أَخْرَجَ الْمَرْعَى
“dan yang menumbuhkan tumbuhan”
فَجَعَلَهُ غُثَاءً أَحْوَى
“lalu dijadikan-Nya tumbuhan itu kering kehitam-hitaman.”
Imam As Tsa’labi mengatakan: “al Mar’aa” adalah tumbuh-tumbuhan baik berwarna hijau, kuning, merah dan putih, “ghutsa'” bermakna kering dan usang, “ahwaa” adalah hitam (Al Kasyfu wal Bayaan).
Ibnu Athiyah mengatakan “al mar’aa” adalah tumbuhan, “ghutsa’ ” tumbuhan yang kering dan telah tercerai berai, “ahwaa” adalah hitam (Al Muharror Al Wajiiz), Imam Al Qurthubi mengatakan “Ahwa” adalah hitam. (Tafsir Al Qurthubi).
Kata “ahwa” yang bermakna hitam, adalah ungkapan yang sangat cermat yang digunakan Al Quran untuk menjelaskan akhir dari perjalanan proses penggambutan tumbuh-tumbuhan, dan ditemukannya batu bara hitam yang ternyata berasal dari tumbuhan yang membusuk menegaskan kebenaran Al Quran yang berasal dari Allah.
Maha Benar Allah dalam segala firman-Nya.
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!